Potensi sektor energi di Indonesia masih menjanjikan seiring upaya transisi energi menuju net zero emission di 2060.
Indonesia mencanangkan target emisi nol bersih atau net zero emission (NZE) pada 2060. Menurut laporan Bank DBS bertajuk Asian Insights Sparx: Indonesia Energy Sector, target NZE 2060 bisa dicapai melalui berbagai tahap bauran energi.
Dua sektor utama yang menjadi sasaran bauran energi itu adalah energi dan transportasi. Dari kedua sektor tersebut, proyeksi emisi karbon yang bisa dikurangi mencapai 358 juta ton.
Pada bidang energi, upaya yang bisa dilakukan adalah dengan mengurangi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang memakai bahan bakar batubara. Saat ini, emisi karbon terbesar berasal dari kelistrikan mencapai 62 persen di mana PLTU merupakan penyumbang emisi terbesar.
Memang, komoditas batubara sedang mengalami tren pada 2021 setelah sempat mengalami titik terendah, namun hal itu masih belum bisa dikatakan stabil. Pada momen tertentu, harga batubara bisa anjlok kembali, seiring dengan situasi ekonomi dan politik yang terus bergulir.
Oleh karenanya, perusahaan energi perlu memikirkan alternatif diversifikasi bisnis berdasarkan sejumlah pertimbangan dari para investor. Menurut laporan Bank DBS, investor memandang bahwa valuasi batubara di pasar masih belum bisa stabil dalam jangka waktu panjang.
Pandangan itu sebagian besar berangkat dari momen-momen di luar dugaan. Misalnya, berapa lama perang berlangsung, dan bagaimana permintaan bertahan bila harganya tetap terlalu tinggi dalam waktu yang lama.
Investor juga menilai perluasan proyek penambangan batubara membutuhkan penggalangan biaya yang lebih menantang. Sebab, dalam tren transisi energi, Investor mengerahkan lebih banyak kredit dan modal untuk bahan bakar non-fosil.
”Bank global tidak menambahkan sektor batubara ke dalamnya portofolio kredit sedangkan investor obligasi memberlakukan ESG yang ketat kriteria perusahaan pertambangan batubara,” dikutip dari laporan itu.
Menurut Bank DBS, saat ini sejumlah perusahaan tambang batubara memang sedang mengembangkan pembangkit listrik batubara non-termal, termasuk energi baru terbarukan (EBT). Namun, pemerintah Indonesia perlu terlibat dalam menghadapi berbagai tantangan pengembangan EBT. Tantangan itu meliputi akses yang terbatas terhadap pembiayaan, transmisi listrik, dan lokasi.
Untuk membantu upaya tersebut, saat KTT G20 di Bali pada 15-16 November 2022 lalu, Presiden Amerika Serikat Joe Biden menandatangani kesepakatan pendanaan sebesar US$20 miliar untuk pengembangan EBT Tanah Air. Kesepakatan ini akan mendorong Indonesia beralih dari energi batubara.
Selain itu, ada alternatif lain yang dipandang lebih menjanjikan. Terkini, Indonesia tengah berfokus pada hilirisasi bijih untuk meningkatkan nilai sumber daya alam. Peluang itu akan membuka peluang diversifikasi baru untuk perusahaan energi. Salah satunya dengan mengembangkan potensi kendaraan listrik dan komponen lainnya, khususnya baterai.
Ambisi ini bermula dari larangan ekspor bijih nikel Indonesia ke Uni Eropa. Larangan yang dikeluarkan pada 2014 dan 2019 ini menuntut para perusahaan tambang mengolah bijih nikel di Indonesia. Pemerintah hanya mengizinkan bijih nikel untuk perusahaan pertambahan logam. Mereka juga diminta untuk menunjukkan kemajuan konkret atas smelter.
Riset yang sama menjelaskan bahwa upaya itu membutuhkan rantai pasokan nikel yang lebih banyak. Akan tetapi, upaya ini membutuhkan energi yang lebih bersih.
Sebagaimana diketahui, nikel merupakan salah satu komponen utama baterai electric vehicle (EV). Sedangkan, Indonesia adalah salah satu produsen nikel terbesar di dunia. Maka dari itu, peluang penggunaan energi bersih kian terbuka, baik dalam peleburan bijih nikel maupun pengembangan ekosistem EV.
Selain itu, infrastruktur pendukung seperti kawasan industri dan pelabuhan juga membutuhkan pasokan energi. Bahkan, ada peluang pemanfaatan carbon capture and storage/carbon capture utilization and storage (CCS/CCUS) untuk pembangkit listrik berbahan bakar batubara sebagai bagian dari rencana emisi nol bersih.
Pemanfaatan CCS/CCUS dalam pembangkit listrik berbahan bakar batubara dapat meminimalisir emisi. Akan tetapi teknologi ini masih dalam proses pengembangan. Saat ini, dalam lanskap global, teknologi CCS/CCUS masih menjadi barang langka.