Perusahaan-perusahan kini makin banyak yang bertransformasi menuju ke model bisnis ekosistem agar bisa tetap bertahan. Khususnya, industri-industri manufaktur dan layanan jasa tradisional offline.
DBS Group Research mendefinisikan ekosistem merupakan suatu penyatuan entitas industri yang berbeda-beda untuk menawarkan produk atau layanan yang baru. Ekosistem menawarkan sesuatu yang berbeda dari sebelumnya, yang tidak akan dapat dilakukan oleh perusahaan atau sektor industri itu secara sendirian.
Dengan membentuk ekosistem, pelaku pasar memiliki kemampuan untuk memenuhi apa yang paling diinginkan pelanggan. Sebab, seringkali yang terjadi adalah perusahaan justru tidak bisa mengetahui sepenuhnya kebutuhan pelanggan mereka. Karena itu, kini perusahaan-perusahaan tradisional sudah mulai sadar untuk mengubah model bisnis mereka agar tidak jatuh bangkrut.
“Saat membangun ekosistem, data dari pihak pertama dan pihak kedua merupakan kunci keberhasilan. Penelitian kami menunjukkan bahwa pemain besar tradisional di industri-industri, seperti perbankan dan layanan jasa keuangan, telekomunikasi, dan asuransi, dengan kemampuan untuk mengumpulkan dan menganalisis data akan memiliki keuntungan yang berbeda,” kata DBS Group Research dalam risetnya “Pivot or Perish. Ecosystem, the emerging business model”, yang dipublikasikan pada Januari 2019.
Sebelum tahun 1980, tak sampai 25 persen korporasi industri besar yang masuk dalam Fortune 500 melakukan semua penjualan mereka ke sebuah sektor yang besar.
-Contohnya adalah ITT. Perusahaan ini pada 1960/1970an telah mengakuisisi sebanyak 275 perusahaan dari berbagai sektor industri. Dengan skala yang begitu besar, akibatnya utang perusahaan meningkat. Laba dan nilai saham juga turun. ITT kemudian membuang model bisnis konglomerasinya dan menjadi perusahaan yang mengkhususkan diri hanya memproduksi komponen-komponen untuk pasar kedirgantaraan, transportasi, dan energi.
Lain halnya dengan Tencent. Perusahaan asal China yang tadinya hanya bergerak di sektor layanan gaming and entertainment, sekarang menjadi perusahaan yang berhasil mengembangkan ekosistem pembayaran, layanan Online to Offline (O2O), belanja, dan masih banyak lagi lewat aplikasi WeChat-nya.
DBS Group Research menyebutkan, model bisnis memang terus mengalami perubahan dan berevolusi. Jika pasca-Perang Dunia hingga 1980 model bisnis adalah konglomerasi dengan operasional lintas industri, maka di era 1980 sampai sekarang adalah perusahaan-perusahaan spesialis yang hanya fokus pada satu industri. Ke depan, dengan meningkatnya ekosistem kolaborasi, batas-batas sektor industri itu menjadi kabur dan perusahaan yang berbasis ekosistem akan dapat memenuhi kebutuhan konsumennya tanpa harus memiliki produknya sendiri Selain itu sang konsumen juga tidak perlu harus mencari perusahaan lain untuk mencari produk yang diinginkan. WeChat adalah sebuah contoh dimana penggunanya dapat mengirimkan pesan, belanja dan bahkan check-in ke hotel dalam sebuah applikasi yang sama.
DBS Group Research menambahkan bahwa teknologi cloud memungkinkan pengiriman sumber-sumber teknologi informasi sesuai kebutuhan. Dengan mengadopsi infrastruktur cloud, perusahaan-perusahaan tradisional akan menjadi lebih gesit, karena mereka dapat menyesuaikan infrastruktur teknologi informasi yang sesuai dengan kebutuhan operasional perusahaan.
-Selain itu, akan memudahkan proses kolaborasi di dalam dan di luar perusahaan serta memudahkan operasional seluruh organisasi perusahaan secara real-time. Dengan memanfaatkan potensi Internet of Things (IoT), data dapat dikumpulkan dan diproses dalam cloud. Cloud memiliki peran teknologi informasi yang sangat penting dalam ekosistem ini.
Lewat IoT, produk-produk fisik dapat terkoneksi dengan dunia online. Industri manufaktur dan layanan jasa tradisional kini memiliki akses data terhadap produk mereka. Begitu pula pelanggan juga bisa membeli produk-produk tersebut melalui akses yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya.
Hal inilah yang menjadi titik balik bagi para pemain lama di dunia offline, sebab yang membedakan antara pemain lama offline dengan pemain baru berbasis online adalah akses data ini. Berkat bisa mengakses begitu banyak dan beragam data itu, sekarang perusahaan petahana memiliki kemampuan untuk menciptakan produk-produk yang memiliki nilai tambah serta membangun kemitraan lintas industri yang berbeda-beda. Dengan demikian, tercipta model ekosistem baru dari para petahana yang tadinya hanya menjalankan bisnis mereka secara offline.
Data konsumen juga akan menjadi nilai tukar penting dalam pengaturan ekosistem, karena mitra ekosistem saling memberikan nilai kepada mitra potensial mereka berdasarkan nilai asertif dari data yang mereka berikan dalam kemitraan itu.
“Pelaku bisnis yang memiliki infrastruktur untuk mengumpulkan, menyimpan, dan menganalisis data pelanggan, produk mereka akan menjadi lebih baik dan kompetitif. Pelaku bisnis dengan kemampuan menganalisis data juga akan memiliki banyak keuntungan lewat pengaturan daripada hanya menjadi bagian dari suatu ekosistem,” kata DBS Group Research.
DBS Group Research memperkirakan 12 ekosistem utama akan muncul dan menghasilkan pendapatan sekitar US$ 60 triliun pada 2025 atau sekitar 30 persen dari total pendapatan global. (*)