Hingga saat ini, meski sejumlah penderita yang terpapar virus corona berangsur-angsur pulih, perusahaan elektronik di China masih berjuang untuk kembali memproduksi secara normal
JAKARTA--Langkah Presiden Joko Widodo yang pada hari Senin 2 Maret 2020 mengumumkan bahwa dua orang Indonesia telah terjangkiti virus corona telah membuat pasar keuangan bergejolak. Nilai tukar rupiah melemah dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pun menurun tajam.
Bank Indonesia (BI) segera mengumumkan lima kebijakan untuk menangkal dampak virus corona terhadap perekonomian. Langkah bank sentral tersebut antara lain meningkatkan intervensi di pasar keuangan dengan triple intervention atau intervensi tiga lapis di pasar spot, surat berharga negara, dan domestic nondelivery forward atau DNDF.
Mewabahnya virus corona pun membayangi ekonomi Indonesia, terutama perdagangan ekspor-impor. Seperti diberitakan Katadata, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan mencatat devisa impor Indonesia ke Tiongkok menurun drastis hingga separuhnya.
(https://katadata.co.id/berita/2020/03/03/terdampak-corona-devisa-impor-dari-tiongkok-anjlok-51)
Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Syarif Hidayat mengatakan, nilai devisa impor dari Tiongkok pada pekan terakhir Februari hanya sebesar US$ 463 juta, anjlok 51 persen atau turun sekitar US$ 485 juta dibanding pekan terakhir Januari mencapai US$ 948 juta.
Adapun jenis barang impor yang terpengaruh adalah komputer, mesin, semi-manufaktur, tekstil, dan smarthphone tercatat menurun tajam. Tak hanya itu, Menteri Koordinasi Bidang Perekonomian Airlangga Hatarto menyebutkan wabah virus corona membuat jalur rantai pasok bahan baku industri-industri dunia terpotong 30 persen. Selama ini rantai bahan baku industri mengandalkan Tiongkok.
"Ini untuk pertama kalinya terganggu karena rantai pasok dari Tiongkok berkontribusi 30 persen secara global," kata Airlangga, seperti dikutip dari Katadata https://katadata.co.id/berita/2020/03/05/sri-mulyani-dampak-corona-lebih-rumit-dibanding-krisis-2008
-DBS Group Research pun juga mengungkapkan efek domino dari penyebaran virus corona terutama dari sisi rantai pasok di kawasan. Adapun yang paling terganggu adalah rantai pasok elektronik. Ditambah dengan situasi di Korea Selatan yang semakin mengkhawatirkan akibat dari COVID-19 yang berpotensi memperburuk masalah rantai pasok ini.
Di Tiongkok, area yang paling terdampak COVID-10 adalah kawasan tempat banyak perusahaan elektronik berada. Mulai dari kawasan pesisir, Provinsi Guangdong tempat banyak pabrik smartphone, terutama Huawei di Kota Shenzhen dan Dongguan. Pemerintah Tiongkok pun mengambil langka tegas dengan memperpanjang hari libur dan menutup banyak pabrik seantero negeri.
Sejumlah pabrik di Tiongkok mulai beroperasi pada pertengahan Februari 2020. Namun, hal itu masih terbatas akibat semakin banyaknya larangan bepergian dari dan keluar Tiongkok secara global. Ini membuat pekerja yang tengah liburan di luar kota atau luar negeri sulit untuk kembali bekerja. Sejumlah laporan menyebutkan, perusahaan eletronik Tiongkok yang beroperasi jauh di bawah kapasitas normal, yakni sekitar 30-50 persen.
Di Korea Selatan, wabah COVID-19 paling berdampak di kawasan Daegu dan sekitarnya di Provinsi Gyeongbuk. Gyeongbuk merupakan pusat pabrik bagi smartphone, TV dan produk elektronik lainnya, seperti Samsung dan LG. Namun, tidak seperti Tiongkok, pemerintah Korea Selatan tidak memaksa perusahaan untuk menutup pabrik untuk sementara atau mengisolasi kota tempat virus itu menyebar. “Justru, secara sukarela, LG dan Samsung dengan produksi smartphone selama 2-3 hari pada akhir Februari,” kata analis DBS Research Grup.
Analis DBS Research mewanti-wanti bahwa masih banyak ketidakpastian di Korea Selatan mengingat ada kekhawatiran wabah akan menyebar secara nasional dalam beberapa bulan mendatang. Jika hal itu terjadi, ini dapat memicu pengetatan mobilitas agar virus tidak menyebar yang berarti akan menyebabkan gangguan yang lebih serius pada kegiatan produksi.
Tiongkok adalah produsen ponsel, komputer, dan produk elektronik penting terbesar di dunia saat ini. Perusahaan-perusahaan Tiongkok memainkan peran penting dalam pasokan global komponen elektronik menengah ke bawah. Di wilayah Asia, Korea Selatan dan Taiwan paling mengandalkan Tiongkok untuk perakitan hilir jadi elektronik. Sebanyak 70 persen dari ekspor barang setengah jadi di sektor elektronik ditujukan untuk pasar Tiongkok. Di sisi lain, sebagian besar negara Asia sangat bergantung pada Tiongkok untuk pasokan hulu komponen dan komponen elektronik. Selain Korea Selatan dan Taiwan, India, Indonesia, Thailand dan Vietnam juga memasok 40-60 persen impor barang setengah jadi di sektor elektronik dari pemasok Tiongkok
Sementara Korea Selatan adalah produsen memory chip dan panel layar yang paling penting di dunia. Negara itu memegang 70 persen saham di pasar global DRAM dan 45 persen di pasar NAND Flash. Di kawasan ini, Tiongkok dan Vietnam paling mengandalkan Korea Selatan untuk memasok suku cadang dan komponen. Statistik menunjukkan bahwa hampir 30 persen impor barang setengah jadi di tiongkok pada sektor elektronik bersumber dari Korea Selatan, sementara kebutuhan Vietnam sebesar 24 persen dari Korea Selatan.
Hingga saat ini, meski sejumlah penderita yang terpapar virus corona berangsur-angsur pulih, perusahaan elektronik Tiongkok masih berjuang untuk kembali memproduksi secara normal. Perusahan -perusahaan yang bergantung dengan pasokan Tiongkok masih akan merasakan efek domino wabah ini hingga 1-2 bulan ke depan. Namun, dengan belum membaiknya kondisi di Korea Selatan, pemulihan produksi elektronik Tiongkok akan terlambat.
-Dampak Corona Lebih Rumit Dibanding Krisis 2008
Selain efek domino di rantai pasok terutama elektronik, dampak corona di Indonesia lebih rumit dibandikan kala menghadapi krisis 2008. Hal itu diungkapkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani yang menyebut virus corona memberikan dampak langsung kepada manusia.
"Kami harus memberikan ketenangan dengan menjelaskan ancaman atau risiko terhadap masyarakat," kata Sri Mulyani di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (5/3), seperti dikutip dari Katadata.
Menurut Sri Mulyani, krisis ekonomi global pada 2008 disebabkan oleh lembaga keuangan, seperti perbankan dan pasar modal. Sentimen kepada lembaga keuangan itu mempengaruhi stabilitas ekonomi dunia. Sementara, virus corona mengancam keselamatan dan kesehatan serta menghambat mobilitas manusia dalam kehidupan sehari-hari. Ini berdampak pada penutupan pabrik hingga sekolah demi mencegah penyebaran virus. Akibatnya sektor ekonomi riil tergerus seperti industri penerbangan, hotel hingga manufaktur.
Meski demikian, analis DBS Group Research menekankan efek rantai pasok terutama elektronik diperkirakan berlangsung sementara. Sektor ini diharapkan pulih kembali pada akhir 2020.
Wabah virus corona per pengumunan positif di Indonesia telah membunuh lebih dari 3.000 orang dengan total kasus infeksi mencapai 88 ribu orang. Jumlah kasus baru virus corona di Tiongkok mulai menurun, tetapi meningkat di negara dan wilayah lainnya.