Satu Jerman Baru Setiap Tiga Tahun
Global / Wawasan / 7 Oktober 2014
Sebelum tahun 2008, semua orang berpikir konsumen Amerika Serikat merupakan penyokong utama pertumbuhan global. Sementara Asia dianggap tidak membeli apapun. Mereka memproduksi lantas menjualnya ke Barat, menghemat uang, lalu meraup untung besar. Argumentasinya adalah jika konsumen AS mati, maka Asia akan mengalami kematian yang jauh lebih dahsyat.
Namun, pada tahun 2008, ujian yang sebenarnya terjadi. Ekonomi global runtuh dan hal ini berkembang menjadi krisis finansial terbesar dalam 100 tahun terakhir. Konsumen Amerika Serikat betul-betul mati. Demikian pula dengan konsumen Jepang dan Eropa. Perekonomian ketiga negara tersebut terpuruk selama empat tahun. Sementara itu, pada saat yang sama, Asia, dipimpin oleh Cina, “menambahkan” satu Jerman baru ke dalam peta ekonomi global. Hampir tidak ada yang menyadari hal ini. Banyak pula yang mengatakan jika hal ini tidak mungkin terjadi.
Laporan Dana Moneter Internasional pada tahun 2013 menyebutkan jika perekonomian Cina telah berhasil menyamai Amerika Serikat diukur berdasarkan kesetaraan daya beli (purchasing power parity). Dipimpin oleh Cina, sepuluh negara di Asia (Asia-10), termasuk India, Indonesia, Korea, Taiwan, Singapura, Filipina, Malaysia, Thailand dan Hong Kong kini memiliki Produk Domestik Bruto (PDB) yang hampir sama dengan Amerika Serikat, yaitu US$ 16 triliun. Dan jika dilihat dari penciptaan permintaan baru, Asia telah melampaui Amerika Serikat sejak lama.
Asia akan menciptakan permintaan baru US$ 1 triliun per tahun berkat pertumbuhannya yang mencapai 6,25% dengan basis US$ 16 triliun. Pertumbuhan yang terus naik di Asia ini didominasi oleh Cina dan diikuti oleh India, Indonesia dan Korea Selatan. Setelah mencapai PDB per kapita US$ 7.000 pada tahun 2010, sejarah menunjukkan jika pertumbuhan PDB Cina dapat mencapai rata-rata 5 – 5,25% antara saat ini hingga tahun 2039.
Dan hal ini masih akan terus berlanjut. Dalam waktu 25 tahun ke depan, kontribusi Asia terhadap pertumbuhan global akan terus naik semakin cepat dibandingkan sebelumnya. Dunia akan menyaksikan pertumbuhan ini terjadi dalam waktu dekat. Asia akan membangun Zona Eropa pertamanya dalam waktu sembilan tahun ke depan.
Hanya dibutuhkan waktu delapan tahun untuk membangun Zona Eropa kedua dan tujuh tahun untuk membangun yang ketiga. Pada tahun 2039, akan terbentuk tiga Zona Eropa dan sekitar 80% darinya akan berada di Cina..
Perekonomian Cina pastinya memang melambat dan akan terus melambat dalam beberapa tahun ke depan. Namun demikian, meski pertumbuhan PDB Cina melambat (7,5%), Asia saat ini menambahkan satu Jerman baru setiap 3,5 tahun sekali. Empat tahun lagi, Asia akan melakukannya dalam waktu tiga tahun. Empat tahun berikutnya, akan dibutuhkan waktu yang jauh lebih sedikit lagi. Pada tahun 2039, Asia akan menambahkan satu Jerman baru setiap tujuh bulan sekali.
Pergeseran gravitasi ekonomi tersebut merupakan sebuah perubahan struktural terbesar yang saat ini tengah berlangsung dalam perekonomian global. Hal ini hampir dipastikan akan menjadi salah satu pembawa perubahan terbesar – bahkan mungkin yang paling besar. Sebagaimana yang dikatakan oleh Chief Economist DBS Bank, David Carbon, “Pergeseran gravitasi ekonomi dari Barat ke Timur memang bukan hal baru, tapi kita telah mencapai tipping point. Suatu titik di mana Asia tidak lagi terlalu kecil untuk dipedulikan.”
Hal ini juga akan membawa perubahan besar pada struktur ekonomi dunia, yakni peralihan kekuatan secara bertahap dari kelompok tradisional menuju sebuah kelompok baru, yang memiliki banyak konsekuensi.
Konsekuensi pertama adalah perubahan geopolitik. Dalam jangka pendek, politik dapat menggerakkan perekonomian. Namun kehadiran satu Jerman baru setiap tujuh bulan sekali, tiga Zona Eropa dalam waktu 25 tahun dan seterusnya, tentunya akan mempengaruhi tatanan dunia. Akan terjadi konsolidasi kekuatan baru.
Di sisi kependudukan dan perencanaan kota, Cina harus melakukan urbanisasi cepat. Artinya, akan ada peningkatan permintaan kota-kota baru, mengingat kota-kota lama di pesisir timur sudah sangat padat dan penuh polusi. Hal ini akan memaksa pemerintah menciptakan ekonomi dan pusat-pusat keuangan baru di daerah pedalaman.
Selain itu, renmimbi akan terglobalisasi. Sebagai negara perdagangan terbesar di dunia, Cina dan negara-negara lainnya membutuhkan mata uang yang tersedia di seluruh penjuru dunia. Renminbi akan menggantikan dolar.
Modal akan mengalir deras ke Asia karena kalangan bisnis ingin berada tidak jauh dari kawasan pertumbuhan. Aliran masuk modal ini akan mengapresiasi mata uang. Mata uang Asia akan naik terhadap dolar, euro dan yen.
Hasil lainnya adalah merosotnya peran bank sentral Amerika, Eropa dan Jepang. Saat renminbi telah mendunia dan pertumbuhan Asia mendongkrak harga energi dunia, bank sentral Cina akan menjadi bank sentral yang paling dominan di dunia. Baca selengkapnya disini.