Abad 21 Milik Asia
Global / Wawasan / 13 September 2014
Krisis 2008, yang merupakan krisis finansial terbesar dalam 100 tahun terakhir, membuat tiga raksasa ekonomi dunia (G3), yaitu Amerika Serikat, Eropa dan Jepang terpuruk. Sebaliknya, Asia kian memantapkan posisinya sebagai kekuatan baru ekonomi dunia.
Hanya dalam tempo lima tahun setelah krisis, menurut laporan Dana Moneter Internasional (IMF), Cina yang perekonomiannya tumbuh secara luar biasatelah berhasil menyamai Amerika Serikat diukur berdasarkan kesetaraan daya belinya (purchasing power parity).
Dan dipimpin oleh Cina, sepuluh negara di Asia (Asia-10) termasuk India, Indonesia, dan Korea Selatan, kini memiliki Produk Domestik Bruto (PDB) yang hampir sama dengan AS yakni sekitar US$ 16 triliun.
Kemajuan Asia ini memupus anggapan bahwa AS masih menjadi kekuatan terbesar ekonomi dunia yang menggerakkan pertumbuhan global. Terpuruknya konsumen di negeri adidaya itu semula memang dikhawatirkan akan membahayakan Asia yang perekonomiannya bertumpu pada produksi dan penjualan. Tapi kenyataannya, AS tidak lagi menjadi penggerak pertumbuhan global. Sebab, negeri ini telah kehilangan satu dari dua elemen kunci yang menjadi prasyarat, yakni kecepatan pertumbuhan.
Tak diragukan, AS masih merupakan kekuatan besar ekonomi dunia. Namun, dengan kecepatan pertumbuhan sebesar 2,5% tak cukup untuk tetap menjadikannya yang terdepan. Pertumbuhan sebesar itu hanya akan menciptakan permintaan baru sebesar US$ 400 miliar berdasarkan PDB-nya.
Sementara, Asia-10 akan menciptakan permintaan baru US$ 1 triliun per tahun berkat pertumbuhannya yang mencapai 6,25%. Dalam kurun lima tahun terakhir, permintaan baru yang tercipta sebesar 72% disumbang oleh Cina. Adapun tiga kontributor terbesar lainnya, yakni India (12%), Indonesia (12%) dan Korea Selatan (4%).
Kalkulasi ini menempatkan Asia sebagai penggerak pertumbuhan global 2,5 kali lebih besar dari AS. Jarak antara keduanya pun akan kian lebar seiring dengan pertumbuhan Asia. Cina yang PDB per kapitanya mencapai US$ 7.000 pada 2013 diperkirakan akan membawa Asia melompat jauh ke depan—setidaknya hingga 2039—dan akan menggantikan AS sebagai kekuatan ekonomi terbesar di dunia.
Seberapa besar nantinya? Raksasa Asia diperkirakan akan menciptakan Zona Eropa pertamanya di peta pada 2023, kedua pada 2031, dan ketiga pada 2038. Pada saat itu, PDB Asia akan mencapai sekitar US$ 54 triliun. Di saat bersamaan, Asia juga menambah satu Jerman baru setiap tiga tahun sekali dan akan menjadi semakin cepat, sehingga hanya membutuhkan waktu tujuh bulan pada 2039.
“Pergeseran gravitasi ekonomi dari Barat ke Timur memang bukan hal baru, tapi kita telah mencapai tipping point,” kata David Carbon, Chief Economist DBS Bank. “Suatu titik di mana Asia tidak lagi terlalu kecil untuk dipedulikan.”
Fenomena ini pada akhirnya akan menimbulkan perubahan besar dalam struktur ekonomi dunia, dan terjadi peralihan kekuatan secara bertahap dari kelompok tradisional ke sebuah kelompok baru. Sejumlah konsekuensi pun akan muncul seiring dengan perubahan tersebut, yakni perubahan geopolitik, kian terglobalisasinya mata uang Cina Renminbi, serta menurunnya peran bank sentral AS, Eropa dan Jepang. Baca selengkapnya disini.