Mengejar Target Pertumbuhan Ekonomi
Indonesia / Ekonomi / 15 September 2014
Sejumlah faktor telah membuat laju pertumbuhan ekonomi Indonesia setahun belakangan ini sedikit terhambat. Kondisi perekonomian global pasca-krisis finansial 2008 yang belum pulih benar, merupakan salah satu faktor penghambat tersebut.
Hal ini ditandai oleh masih rendahnya permintaan global. Akibatnya, laju ekspor produk-produk Indonesia ke mancanegara pun masih belum bisa ditingkatkan ke level seperti tahun-tahun sebelumnya.
Di dalam negeri, salah satu faktor yang ikut menahan laju pertumbuhan ekonomi nasional, yaitu kebijakan pembatasan ekspor bijih mineral. Hal ini tercermin pada menurunnya kontribusi sektor pertambangan, baik dalam periode tahunan maupun dalam periode kuartalan, khususnya pada kuartal kedua 2014 lalu.
Kondisi lebih berat dialami oleh tren investasi, yang tingkat pertumbuhannya hanya sekitar 4% (per tahun). Ini berarti hanya sekitar setengah dari rata-rata pencapaian dalam kurun 2009 hingga 2012. Akibat berbagai faktor itu, pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) tahunan untuk kuartal kedua 2014 (year-on-year) hanya mencapai 5,1%, yang merupakan level terendah sejak awal 2009.
Dengan melihat berbagai faktor tersebut dan kinerja perekonomian nasional hingga semester pertama 2014, maka DBS Group Research dalam laporannya berjudul “Indonesia: Beyond 2014”, memperkirakan pertumbuhan PDB Indonesia pada tahun ini akan lebih rendah dari perkiraan sebelumnya. PDB yang semula diperkirakan sebesar 5,8%, kemungkinan besar hanya akan mencapai sekitar 5,4%.
Meski begitu, jika melihat kinerja kuartalan (quarter-on-quarter) pada kuartal kedua 2014, maka pertumbuhan PDB sesungguhnya tengah mengalami tren peningkatan. Pertumbuhan PDB pada kuartal itu mencapai 5,2%, dan tampaknya secara bertahap kembali menuju pertumbuhan rata-rata di atas 6% seperti pada 2009-2012.
Presiden terpilih Joko Widodo yang akan dilantik pada 20 Oktober mendatang, telah mematok target pertumbuhan ekonomi sebesar 7% di akhir pemerintahannya. Untuk mencapai itu, kebijakan pro-pertumbuhan (pro-growth) perlu dipertahankan. Meskipun untuk itu pun diperlukan adanya dorongan fiskal berupa ketersediaan anggaran belanja negara yang memadai.
Salah satu problem utama yang membebani anggaran pemerintah selama ini adalah pengeluaran subsidi bahan bakar minyak. Pada 2011-2012, nilainya bahkan mencapai 85% di atas patokan APBN. Tren pada semester I tahun ini, tingkat subsidi pun hampir kembali mendekati level 2011-2012. Akibatnya, neraca pemerintah mengalami tekanan berupa ancaman defisit melebihi ambang batas 3 persen dari PDB.
Menghadapi situasi ini, pemotongan subsidi BBM adalah salah satu cara efektif guna mengurangi beban anggaran, agar bisa dialokasikan untuk belanja pemerintah yang lebih penting, seperti pembangunan infrastruktur dan berbagai program peningkatan kesejahteraan rakyat miskin.
Langkah ini tampaknya baru akan bisa direalisasikan pada awal 2015. Meski begitu, terbuka juga peluang pertumbuhan tingkat investasi yang lebih cepat di tahun depan. Karena itu, kata ekonom DBS Gundy Cahyadi, “Kami memperkirakan pertumbuhan PDB akan lebih cepat menjadi 5,9% pada 2015, walaupun masih di bawah potensi Indonesia sekitaran 6,5%.”. Baca selengkapnya disini