Jalan Pintas Bernama Nuklir
Global / Wawasan / 26 November 2014
Tenaga nuklir tampaknya akan menjadi pilihan untuk memenuhi kebutuhan Asia akan sumber energi. Harga bahan bakar fosil yang terus meningkat, cadangan yang kian terbatas, serta besarnya biaya investasi untuk memanfaatkan sumber energi terbarukan membuat nuklir menjadi pilihan yang lebih masuk akal.
Pembangunan reaktor nuklir memang tak semahal pengembangan energi terbarukan lainnya, selain itu, tenaga yang dihasilkan lebih stabil. Dibanding penggunaan bahan bakar fosil, nuklir juga memiliki kelebihan lain, yaitu lebih bersih dan ramah lingkungan.
Sejauh ini, pemanfaatan energi berbasis tenaga atom telah mengurangi emisi karbon dunia pada kisaran 2,5 miliar ton dari total emisi dunia sekitar 50 miliar ton per tahun. Reaktor nuklir diklaim lebih ramah lingkungan karena menggunakan uranium sebagai bahan bakar. Dan sampai saat ini, reaktor nuklir telah memenuhi 12 persen kebutuhan tenaga listrik dunia.
Walau memiliki berbagai kelebihan, nuklir tetap menjadi pilihan dilematis. Pasca gempa dan tsunami Jepang 2011 yang melelehkan reaktor Fukushima Daiichi, pamor reaktor nuklir sebagai penyedia energi murah dan hijau meredup. Jepang menutup belasan reaktor dan beralih ke sumber energi lain. Kecelakaan pada reaktor nuklir memang berakibat fatal dan bisa menjadi bencana kemanusiaan.
Di samping dampak yang ditimbulkan radioaktif, pengembangan energi nuklir juga menjadi masalah karena kekhawatiran dunia internasional bahwa reaktor yang dibangun di satu negara ditujukan untuk membuat senjata. Di Korea Utara, meski rezim setempat menegaskan pengembangan nuklir untuk kebutuhan energi, tetap ada indikasi untuk membuat senjata nuklir. Nuklir Iran juga menimbulkan ketegangan dunia.
Dampak radioaktif dan ketegangan internasional yang muncul akibat pengembangan nuklir membuat sejumlah negara menahan diri. Pasca gempa Jepang, Cina mengkaji ulang faktor keamanan dan keselamatan sejumlah reaktor yang akan dibangun. Jerman dan Swiss berencana beralih dari reaktor nuklir. Meski sejumlah negara lain, seperti Turki, Polandia, dan Perancis tetap membangun reaktor baru.
Tapi, berbagai faktor negatif itu tampaknya tak akan dikesampingkan. Kebutuhan energi yang tinggi untuk menopang pertubuhan ekonomi akan membuat pemerintah, terutama di Asia, akan beralih ke nuklir. Pada akhirnya, Nuklir akan menjadi pilihan logis.
Hingga kini sudah lebih 100 reaktor yang beroperasi di Asia. Jumlah yang sama juga akan dibangun, dan lebih dari separuhnya berada di Cina, dan diikuti oleh India dan Jepang.
Untuk meyakinkan bahwa reaktor yang dibangun bertujuan menghasilkan energi semata, India dan Cina mulai menggunakan thorium –yang lebih mudah didapat—yang tidak cocok untuk dikembangkan menjadi senjata. Dengan cadangan thorium yang melimpah, India akan memiliki kapasitas tenaga nuklir setara 47 GW pada 2037. Adapun Cina menargetkan akan menghasilkan 200 GW listrik dari tenaga nuklir dalam dua dekade mendatang.
DBS Group Research dalam laporan berjudul “Powering Asia’s Growth Overview of Asia’s Energy Needs menyebutkan, tiga negara Asia tersebut akan menjadi pemilik reaktor terbanyak di Asia. Gabungan reaktor tiga negara itu meliputi sepertiga reaktor nuklir dunia.
Pemanfaatan tenaga nuklir diperkirakan akan meningkat 3,5 persen tiap tahun, meski tak akan mendominasi suplai energi secara keseluruhan. Negara lain, seperti Malaysia, Thailand, Filipina, dan Indonesia juga memulai riset untuk membangun reaktor. Bangladesh bahkan sudah berencana membangun dua reaktor. Baca selengkapnya disini