Era Energi Terbarukan
Global / Wawasan / 24 November 2014
Dampak lingkungan yang diakibatkan oleh penggunaan bahan bakar fosil mendorong pemerintah mengembangkan sumber energi hijau terbarukan. Diperkirakan, sumber energi terbarukan akan menyumbang separuh dari tambahan kapasitas generator di dunia sampai pada tahun 2035
DBS Group Research dalam laporan berjudul “Powering Asia’s Growth Overview of Asia’s Energy Needs menyebutkan, Cina, yang belakangan ini sejumlah kotanya selalu berselimut asap pembakaran batubara, akan menjadi pengguna terbesar energi dari sumber terbarukan. Dengan peralihan itu, sumber energi listrik terbarukan yang dihasilkan Cina akan melampaui total energi terbarukan yang dihasilkan Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang.
Secara umum, di Asia, sepertiga pembangkit listrik akan ditopang oleh sumber energi terbarukan, menggeser dominasi batubara.
Lantas, akankah sumber energi baru dan terbarukan tersebut akan sepenuhnya menggantikan peran minyak dan batubara di Asia? Jawabnya, keberadaan sumber energi terbarukan bergantung pada kondisi ekonomi, geografi, dan topografi tiap negara. Oleh sebab itu, bahan bakar berbasis fosil diperkirakan masih akan terus dipergunakan, melengkapi energi dari sumber-sumber baru terbarukan.
Beberapa sumber energi terbarukan yang sedang dikembangkan sejumlah negara diAsia, antara lain, geothermal, yang terdapat di kawasan gunung berapi. Filipina merupakan negara yang paling maju dalam pemanfaatan panas bumi. Energi geothermal menyuplai 27% kebutuhan listrik negara kepulauan tersebut. Prosentase itu menempatkan Filipina hanya kalah dari Amerika Serikat dalam pemanfaatan panas bumi.
Di kawasan yang memiliki garis pantai lebih panjang, angin dimanfaatkan sebagai penggerak pembangkit. Adapun di dataran tinggi, seperti India utara, Bhutan, dan sebagian wilayah Cina, bergantung pada pemanfaatan tenaga air. Sedangkan di selatan, mendekati ekuator, di mana matahari bersinar sepanjang tahun, pemanfaatan energi surya menjadi megaproyek yang mendapat dukungan besar dari pemerintah.
Cina dan India adalah dua negara yang getol dalam pengembangan teknologi pemanfaatan cahaya matahari. Di Cina, pemerintah memprakarsai proyek Golden Sunrise, yang ditargetkan mengasilkan 20 GigaWatt pada 2020, dari total target energi terbarukan 500 GW. Sedangkan India memiliki Nehru National Solar Mission sejak 2006, yang ditargetkan menghasilkan 200 GW listrik pada 2050.
Penggunaan energi terbarukan juga menjadi pilihan Jepang. Setelah gempa dan tsunami 2011 yang melelehkan sejumlah reaktor nuklirnya, pemerintah menunda pembangunan reactor baru dan mengkaji ulang keamanan pemanfaatan tenaga nuklir.
Selain panas bumi, angin, dan matahari, sumber terbarukan lainnya adalah biofuel dan pembakaran sampah, meski secara global, sumbangannya masih minim, sekitar 6% energi dunia pada 2035.
Tentu, beralih ke sumber terbarukan memerlukan teknologi tinggi, investasi waktu dan dana yang tidak sedikit, sehingga sejumlah negara tetap memilih bahan bakar fosil. Di Cina, contohnya, subsidi yang dikeluarkan untuk proyek energi terbarukan diperkirakan mencapai $ 35 miliar pada 2035. Tapi, ketika sumber baru itu sudah dimanfaatkan, ia akan menghemat anggaran dan mengurangi risiko lingkungan. Baca selengkapnya disini