Soraya Cassandra rela berhenti bekerja untuk merawat lingkungan dan mendekatkan masyarakat kota kepada alam.
Menjadi pekerja di perusahaan global dengan penghasilan tetap setiap bulan mungkin adalah mimpi dari sebagian besar kelas menengah ibukota. Namun, Siti Soraya Cassandra malah meninggalkan hal tersebut untuk fokus merawat lingkungan dan membantu orang kota untuk berinteraksi dengan alam. Meski awalnya berat, tapi karena tekadnya untuk menjadi petani, ia kuat menghadapi tantangan apa pun. Kisahnya diangkat dalam film dokumenter lingkungan berjudul Semesta, yang diproduseri oleh Nicholas Saputra.
Menyederhanakan Hidup, Melambatkan Tempo
Berawal dari keresahan ia dan suaminya, Dhira Narayana, tentang berbagai permasalahan lingkungan di masyarakat serta gejolak pribadi yang ingin berkarya sesuai passion sekaligus bisa memberi manfaat, pasangan suami istri ini membangun kebun di tengah kota di tahun 2016. Kebun Kumara namanya.
Kebun belajar ini bertujuan untuk mengajak masyarakat kota untuk berinteraksi dengan alam, menerapkan gaya hidup yang lebih lestari. Nah, kebun adalah salah satu cara untuk mendekatkan manusia dengan alam dan membiasakan diri merawat lingkungan dalam kesehariannya. Menurutnya, kalau kita ingin merawat alam, kita harus memahaminya dulu. “Kita tidak bisa berharap orang itu akan merawat lingkungan kalau dia tidak menjalin hubungan intim dengan lingkungan itu. Buat masyarakat kota, salah satu pintu masuknya yang lebih intim itu bisa dengan berkebun,” jelas Sandra pada Podcast Sebumi in Motion.
Tak sebatas itu, berkebun diakui Sandra mampu menyederhanakan hidup, melambatkan tempo, membuat manusia lebih ‘bernapas’. “Bahkan, berkebun juga bisa menjadi solusi stres bagi masyarakat kota, karena ada zen atau aspek meditasi dalam kegiatan tersebut. Bisa dibilang, berkebun ini adalah nature therapy yang paling gampang dilakukan oleh banyak orang,” tutur Sandra, panggilan akrabnya, pada Klikdokter.com.
Terbukti selama masa pandemi ini, di mana tingkat stres meningkat, banyak masyarakat dari luar kota mengikuti pelatihan dari Kebun Kumara. Sandra dan tim tentu saja luar biasa bahagia. Soalnya, visi mereka untuk mendekatkan orang kota dengan sustainability lifestyle menjadi tercapai. Sandra mengatakan, “Kondisi pandemi ini memberi pesan yang jelas bahwa manusia sudah parah banget memperlakukan alam. Jadi, ketika bercerita tentang kondisi alam dan krisis iklim, itu bisa lebih mudah menyampaikannya karena dampaknya sangat nyata, yang sedang kita rasakan saat ini.”
Baca Juga: Menanam Sisa Buah dan Sayuran, Menjadi Petani Urban
Untuk Generasi Berikutnya
Sehari-hari sarjana psikologi lulusan University of Queensland, Australia, dan Universitas Indonesia ini bersama tim Kebun Kumara mengelola lahan seluas sekitar 1.500 m2 di kawasan Situ Gintung, Ciputat, Tangerang Selatan. Kini Kebun Kumara menjadi sebuah ekosistem kebun yang sangat asri yang rutin mengadakan pelatihan dan pendidikan lingkungan hidup. Mulai dari berkebun, belajar ecobrick, hingga COB (membangun dengan semen organik).
“Kami menawarkan dua jasa utama, yaitu edukasi dan penggarapan lanskap kebun pangan. Untuk edukasi, kami menggodok berbagai kurikulum dasar seputar berkebun, mengkompos, permaculture, upcyling plastic, dan lainnya untuk dijadikan pelatihan atau webinar. Kami mendesain proses belajar berbasis experiential learning untuk segala umur, dari usia 2 tahun hingga dewasa,” cerita Sandra pada Ekuatorial.com.
Yup, bukan hanya orang dewasa, Kebun Kumara juga memiliki kegiatan untuk mengedukasi anak-anak agar mau berkebun dan mengenal tanaman lebih dekat. Sandra ingin anak-anak peduli dengan lingkungan, seperti mengenalkan asal muasal makanan, dan ke mana sampah kita itu dibuang. “Aku ingin membesarkan Kebun Kumara ini untuk generasi yang akan datang karena dengan berkebun, orang pasti akan mengurus sampahnya sendiri dan berusaha menjaga tempatnya agar tetap bersih,” tambah perempuan inspiratif ini.
Pada satu kesempatan bertemu dengan Presiden Joko Widodo, Sandra sempat menyampaikan keresahannya ketika bercengkerama dengan anak-anak petani. Ia mendengar langsung dari anak-anak tersebut kalau mereka tidak ada yang mau menjadi petani seperti orang tuanya. “Itu kenapa saya jadi petani, karena saya merasa 40% dari 260 juta orang adalah generasi milenial, dan 105 juta orang, lah piye iki kalau nggak ada yang jadi petani?" ungkap wirausaha sosial ini.
Sandra mengajak para orang tua untuk mengizinkan anaknya ke kebun dan belajar menanam. Dengan begini, anak akan menemukan berbagai aspek alam yang sesungguhnya telah berkontribusi untuk keberlangsungan hidupnya selama ini. Anak menjadi paham kalau sayuran yang membuatnya sehat, bertumbuh besar, semuanya berasal dari alam. Dan, ketika anak mengenal asal makanannya sendiri dan bagaimana prosesnya, ia bisa bercermin dan menemukan sebagian dirinya pada tanah, pada daun, pada benih, pada air, pada matahari, dan pada alam semesta. Percayalah, saat anak sudah merasa terkoneksi dengan alam, maka anak akan dengan sendirinya bergerak untuk mencari cara merawat alam.
Luar biasa sekali ya, wirausaha sosial satu ini. Bisnisnya bukan hanya untuk kepentingan pribadi semata, tapi juga untuk alam dan generasi berikutnya. Kalau kamu terinspirasi dengan aksi nyata Sandra dan tergerak untuk menjalankan bisnis sosial atau bisnis lainnya, dan membutuhkan modal, digibank by DBS siap membantu. Cari tahu lebih lanjut di sini.-