Mari memilah sampah organikmu, dimulai dari sekarang. Ready, set, go!
Kamu ngeh nggak kalau semakin lama, masalah sampah semakin berat? Menurut data Indonesia National Plastic Action Partneship yang dirilis April 2020, sebanyak 67,2 juta ton sampah di Indonesia masih menumpuk setiap tahunnya. Bahkan, 9% dari jumlah itu atau sekitar 620 ribu ton meluncur ke sungai, danau dan laut.
Jumlah sampah yang muncul setiap hari juga bikin khawatir. Di tanah air kita ini, diperkirakan ada 85.000 ton sampah yang dihasilkan per harinya. Perkiraannya, kenaikan jumlah sampah mencapai 150.000 ton per hari pada tahun 2025. Jumlah ini didominasi oleh sampah yang berasal dari rumah tangga, sekitar antara 60%-75%. Dan pada tahun 2050, jumlah ini diperkirakan akan bertambah dua kali lipat.
Beneran, deh, bukan cuma jumlahnya yang makin menggunung, tapi dampak buruknya pada bumi dan penduduknya juga semakin besar. Pada lingkungan, sampah bisa menurunkan kualitasnya. Contohnya, terjadinya polusi laut, polusi udara, dan polusi tanah. Belum lagi dampaknya pada kesehatan manusia. Pada sampah yang menumpuk dan membusuk, terdapat banyak penyakit dari bakteri dan virus seperti diare, tifus, disentri, jamur, kolera, dan berbagai macam penyakit kulit.
Iya, ngerti banget kalau masalah sampah itu besar sekali. Kamu pasti nggak yakin bisa mengatasinya sendiri. Masalah sampah adalah masalah kita bersama, dan tidak akan selesai kalau dilakukan sendiri. Lalu, bagaimana? Kompos kolektif adalah solusinya!
Baca Juga: Tak Perlu Beli, Bumbu Dapur Sisa Memasak Bisa Ditanam di Dalam Pot Dengan 5 Cara Ini
Mengenal Jenis-Jenis Sampah
Sebelum ngobrolin soal kompos kolektif, kita bahas dulu macam-macam sampah, ya. Ada tiga jenis sampah, yaitu sampah organik, anorganik, dan B3. Kalau sampah anorganik adalah sampah yang sulit membusuk dan tidak dapat terurai, seperti botol plastik, kertas bekas, karton, kaleng bekas, dan sebagainya. Sementara, sampah organik adalah sampah yang dapat didaur ulang menjadi sesuatu yang baru dan bermanfaat, misalnya sisa makanan, makanan yang sudah diolah atau belum, sayuran, buah, dan daun kering.
Nah, sampah organik ini bisa diolah kembali untuk diubah menjadi pupuk kompos. Cara pembuatan pupuk kompos cukup gampang, kok, yaitu dengan mengumpulkan sampah organik, lalu ditumpuk di dalam suatu lubang yang diletakkan di pekarangan dengan tujuan pembusukan. Pembusukan ini menggunakan unsur alami, seperti nitrogen, kalium dan fosfor. Pupuk kompos yang sudah layak pakai berguna banget buat membantu menyuburkan tanaman. Tanaman yang diberikan pupuk kompos akan tumbuh lebih subur dan kualitas hasil panennya lebih baik. Kompos dari sampah organik ternyata bisa multi-manfaat.
Yup, selain bikin tanaman jadi subur, tentu saja dapat menjadi solusi dari masalah sampah di lingkungan kita. Soalnya, mayoritas limbah yang masuk ke TPA (tempah pembuangan akhir) sampah adalah sisa makanan, jumlahnya diperkirakan sekitar 53%. Karena itu, sudah saatnya kita mulai memilah sampah organik dan kemudian mengolahnya menjadi sampah.
Apa Itu Kompos Kolektif?
Ingin memilah sampah organik, tapi belum bisa mengkompos sendiri? Jangan khawatir, Kebun Kumara siap membantu kita. Berawal dari tahun 2020, Kebun Kumara sudah mengajak warga Bumi, khususnya penduduk Ibukota, untuk membuat kompos di rumah. Tapi, mereka sadar bahwa mengompos di rumah tidak selalu mudah untuk semua orang. Inilah yang menginspirasi mereka untuk membuat gerakan Kompos Kolektif. Dengan mengikuti Kompos Kolektif, kamu bukan cuma mengurangi sampah ke TPA, tapi juga membantu mengurangi jejak karbon dan efek global warming.
Kompos Kolektif awalnya merupakan program kolaborasi antar Kebun Kumara dan Magalarva. Kedua bisnis ini berbenang merah yang sama, dan mereka pun berkolaborasi untuk memberikan solusi seputar masalah sampah. Selain itu, pendiri Magalarva juga salah satu pendiri Kebun Kumara, yaitu Rendria. Hingga Juni 2022, total sisa sampah makanan yang sudah diolah melalui program Kompos Kolektif adalah 19.198,039 kg dan dikonversi menjadi pupuk sebanyak 1.910 kg. Wow!
Kemudian, di tahun 2022, Kompos Kolektif didukung oleh Bank DBS dengan tujuan memperluas aksi kolektif yang keren ini, sehingga kita bisa bergerak bersama untuk berhenti menyumbang sampah organik ke TPA. Bank DBS juga sudah memiliki berbagai aksi kampanye pelestarian lingkungan. Salah satu isu sosial yang diperhatikan oleh Bank DBS adalah masalah sampah makanan di Indonesia yang jumlahnya masih sangat banyak, yaitu hingga 13juta ton/tahun.
Program kompos kolektif ini anti-ribet banget, kok. Dengan mudah, kita bisa berperan dalam mengatasi masalah sampah. Caranya seperti berikut ini:
- Mendaftar dengan mengisi form di bit.ly/daftarkomposkolektifKKxDBS dan melakukan pembayaran Rp100.000 per bulan.
- Pilah sampah organik dari rumahmu.
- Sampah organik yang sudah kamu siapkan akan diangkut setiap 1 kali dalam seminggu.
- Sampah yang telah terkumpul akan diolah menjadi kompos di pabrik BSF (Black Soldier Fly) oleh Magalarva.
- Kamu akan menerima laporan 1 kali per 3 bulan.
Untuk kamu yang berada di wilayah Jakarta, Tangerang Selatan, Depok, Tangerang, Bekasi, yuk ikutan! Ini saatnya kita jadi pembuat perubahan dengan ikut serta dari gerakan keren ini. Cek informasi lengkap seputar program Kompos Kolektif di sini. Biar makin paham dan nggak ketinggalan informasi seputar gerakan Kompos Kolektif, follow akun Instagram @dbsbankid dan @kebunkumara juga, yaaa. -