Dengan pantang menyerah, social entrepreneur ini memberi solusi untuk dua masalah besar di Indonesia.
Sebagian besar dari kita mungkin sudah mengetahui bahwa beberapa tahun belakangan ini, Indonesia menempati peringkat atas sebagai negara produsen sampah pangan terbanyak di dunia. Awal Juni 2021 lalu, Kementerian PPN/Bappenas merilis hasil kajian Food Loss and Waste (FLW) di Indonesia secara daring dalam Webinar Strategi Pengelolaan FLW untuk Mendukung Ekonomi Sirkular dan Pembangunan Rendah Karbon.
Hasil kajian menunjukkan, bahwa timbulan FLW menyebabkan kerugian ekonomi sebesar Rp 213-551 triliun/tahun atau setara dengan 4-5% PDB (Produk Domestik Bruto) Indonesia per tahun. Di sektor lingkungan, pada periode 2000-2019 atau selama 20 tahun lamanya, timbulan FLW di Indonesia mencapai 23-48 juta ton/tahun atau setara dengan 115-184 kg/kapita/tahun.
Ironisnya, di saat banyaknya makanan sisa atau sampah pangan di tanah air, terutama dari sektor industri F&B (food and beverage), penduduk Indonesia banyak pula yang masih kelaparan. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan, sebanyak 13,8 persen balita di Indonesia mengalami kurang gizi dan 3,9 persen lainnya menderita gizi buruk. Bersama pasangan suami istri Dedhy Trunoyudho dan Indah Audivtia, Eva Bachtiar berusaha menjawab dua masalah besar di Indonesia tersebut melalui Garda Pangan yang lahir di Surabaya dan yayasannya sudah terdaftar secara resmi pada tahun 2018.
Garda Pangan, penyelamat makanan sisa
Ketiga anti-food waste ini bermitra dengan pelaku usaha di industri hospitality, seperti restoran, kafe, bakery, dan hotel, yang biasanya punya makanan berlebih. Makanan ini bukanlah makanan sisa dan sebenarnya masih layak dikonsumsi, namun dibuang karena memang pengelola industri hospitality harus menjaga standar dari produk mereka.
Makanan berlebih itu pun dijemput oleh Garda Pangan dan didistribusikan ke warga yang membutuhkan, semisal panti asuhan, panti jompo, shelter anak jalanan, dan keluarga prasejahtera. Food rescue ini juga dilakukan di acara-acara besar seperti pernikahan, festival, konferensi, atau kegiatan apa pun yang menyisakan makanan berlebih. Selain Food Rescue, terdapat program lainnya yang dijalankan oleh Eva di Garda Pangan, seperti Cleaning, program untuk mengumpulkan sisa-sisa panenan yang sengaja ditinggalkan petani di lahan dan dalam kondisi sangat layak dimakan. Ada pula Food Drive, yakni pengumpulan donasi surplus makanan pada momen-momen tertentu. Misalnya, pengumpulan kue kering berlebih pasca hari raya idul Fitri, atau saat terjadi bencana alam. Tak lupa, Eva pun melakukan program kampanye dan sosialisasi upaya penyelamatan makanan melalui konten-konten kreatif di media sosial, serta kegiatan edukasi bagi anak-anak.
Baca Juga: Semakin Peduli Lingkungan, Contek Aksi 4 Pahlawan Sosial Ini
Kiat Membangun Gerakan Sosial
Penerima Indonesia Young Business Leaders Award (IYBLA) 2021 ini memang memiliki semangat dan kepedulian sosial yang tinggi. Selain membesarkan Garda Pangan, ia juga memiliki komunitas dan usaha yang peduli pada lingkungan, yakni Starside, gerakan edukasi bencana yang inovatif dan menyenangkan untuk anak-anak, dan Alang Alang Zero Waste Store, toko zero waste pertama di Surabaya. Semasa kuliah di ITB (Institut Teknologi Bandung), Eva pun aktif di himpunan serta unit sosial humaniora Tiang Bendera dan PSIK. Ia juga aktif mengajar anak jalanan di Babakan Siliwangi serta di Komunitas Taboo.
Pada akun Instagram-nya, @eva_bachtiar, ia kerap membagikan trik membangun gerakan sosial, sebagai berikut ini.
- Membangun gerakan sosial tidak cukup bermodal niat baik saja, namun juga perlu memiliki ilmu yang baik, dan dijalankan dengan cara yang baik pula.
- Needs assessment diperlukan sebagai pondasi awal membangun gerakan sosial. Kita perlu menemukan sinkronisasi dari bentuk pertolongan dengan kebutuhan orang yang ditolong.
- Lakukan impact measurement, yaitu pengukuran dampak gerakan sesuai dengan tujuan atau visi dan misi yang disematkan pada awal gerakan. Kita bisa melakukannya dengan dua cara, yaitu:
- to prove, membuktikan metode atau aktivitas yang dilakukan memiliki dampak sesuai rencana
- to improve, mengetahui kekurangan pada gerakan untuk dapat dijadikan dasar dalam memperbaiki efektivitas gerakan di masa datang.
- Menjalankan manajemen relawan, sang tulang punggung gerakan. Menurut Eva, bekerja dengan relawan, punya seninya sendiri. Memanajemeni relawan pada dasarnya adalah memanajemeni manusia dengan segala dimensi dan dinamikanya. Oleh karenanya, memiliki berbagai potensi sekaligus tantangan. -
Nah, kalau butuh bantuan dana sebagai modal awal dalam membangun gerakan sosial, DBS dapat membantu mewujudkannya. Coba, deh, Digibank KTA, pinjaman dana mudah dan cepat cair. Pengajuannya cukup dilakukan via online hingga Rp80 juta dengan persetujuan dalam hitungan menit. Cari tahu lebih banyak informasinya di sini.