Menyisakan makanan dan kemudian membuangnya, sama dengan menyia-nyiakan seluruh sumber daya dan upaya dari manusia, juga alam semesta.
Sebagian besar dari kita pernah membuang makanan, mulai dari bahan pangan hingga yang sudah matang. Mungkin kita menaruh lebih banyak makanan di piring kita daripada yang bisa masuk ke dalam perut, saat datang ke pesta pernikahan atau acara makan-makan di kantor. Bisa juga, kita membeli dua bungkus roti tawar karena tergoda harga promo. Tapi kemudian, malah mendiamkan roti tersebut terlalu lama, lalu berjamur, dan terpaksa membuangnya ke tong sampah.
Membuang makanan mungkin tidak tampak seperti masalah besar, apalagi kalau dilakukan sesekali. Namun, kalau itu dilakukan oleh seluruh penduduk dunia, berulang kali, ya tidak heran kalau bumi dipenuhi sampah pangan. Menurut The Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO, Organisasi Pangan dan Pertanian PBB) memperkirakan, setiap tahun, sepertiga makanan yang diproduksi untuk konsumsi manusia di dunia berakhir menjadi sampah. Kalau dijumlah, totalnya 1,3 miliar ton! Ini termasuk 45% dari buah dan sayuran, 35% dari makanan laut, 30% dari sereal, 20% dari produk susu, dan 20% dari daging.
The United Nations Environment Programme (UNEP) dan UK Charity WRAP, Inggris, yang mempromosikan keberlanjutan, mengamati limbah makanan yang berasal dari gerai ritel, restoran, dan rumah di 54 negara dengan berbagai pendapatan. Analisis bersama yang dipublikasikan dalam Food Waste Index Report 2021 menemukan, bahwa 17% dari semua makanan yang diproduksi dibuang oleh konsumen. Padahal, itu bisa menjadi makanan yang cukup untuk memberi makan setiap orang yang kekurangan gizi di planet ini.
Itu pula yang terjadi di Indonesia. Menurut laporan “Food Sustainable Index” (2018) yang diterbitkan The Economist Intellegent Unit bersama Barilla Center For Food and Nutrition Foundation, Indonesia menempati peringkat kedua sebagai negara produsen sampah pangan terbanyak di dunia. Bayangkan, negara kita yang dihuni oleh banyak rakyat kelaparan dan kurang gizi, juara dalam hal memproduksi makanan yang dibuang sia-sia, jadi sampah. Sampai sini, sudah merasa bersalah?
Baca Juga: Fakta Sampah Makanan Setara Dengan 27 Triliun Rupiah
Bukan Hanya Masalah Kemanusiaan
Banyaknya sampah makanan di bumi, saat ini, bukan hanya masalah sosial atau kemanusiaan — ini juga masalah lingkungan. Saat kita membuang makanan, kita juga membuang semua sumber daya dan upaya yang dibutuhkan dalam menghasilkan makanan tersebut. Mulai dari menanam, memanen, mengangkut, mengemas, mengirim, hingga memasaknya. Dalam satu tahap saja, semisal menanam padi, banyak sekali energi dan air yang dihabiskan untuk menumbuhkan serta mengolahnya hingga menjadi beras. Penting kita ketahui, kalau agrikultur (penciptaan hasil bumi dan pemeliharaan ternak) itu menyumbang 70% dari air yang digunakan di seluruh dunia. Jika kita membuang 1kg daging sapi, berarti kita membuang 50.000 liter air yang digunakan untuk memproduksi daging tersebut.
Nah, ketika makanan dibuang ke tempat pembuangan sampah dan membusuk, maka akan menghasilkan metana—gas rumah kaca yang bahkan lebih kuat daripada karbon dioksida. Kira-kira seperempat emisi gas rumah kaca buatan manusia dihasilkan oleh limbah makanan, dan jika limbah makanan adalah sebuah negara, maka negara itu akan menempati peringkat ketiga setelah Amerika Serikat dan Cina dalam hal produksi gas rumah kaca. Saat makanan membusuk dan terdegradasi di TPA (tempat pembuangan akhir), akan mengeluarkan gas berbahaya yang 25 kali lebih berbahaya daripada karbon dioksida dalam hal memerangkap panas di atmosfer.
Kita Semua Punya Peran Penting
Richard Swannell dari WRAP (Waste & Resources Action Programme), mengatakan, mengurangi limbah makanan sangat diperlukan dan semua individu memiliki peran penting. Daripada berfokus pada rantai pasokan makanan, kita perlu menangani sampah makanan di dalam rumah dengan kampanye perubahan perilaku. Kita semua bisa mengambil langkah-langkah kecil untuk mengurangi limbah makanan.
Apa saja langkah kecil yang bisa kita lakukan? Mulai dari mengirimkan sisa makanan kepada mereka yang membutuhkan, makan tanpa sisa, mempraktikkan kebiasaan makan secara sadar (mindful eating),membekukan makanan agar lebih tahan lama, mengolah makanan sisa menjadi menu baru, berbelanja dengan lebih cerdas, hingga membuat kompos dari sisa bahan makanan organik. Seperti, kulit buah, dan bagian sayur yang tak bisa kita konsumsi.
Limbah makanan adalah masalah besar. Mari lakukan bagian kita untuk menguranginya! Butuh ide lain untuk mengurangi limbah makanan? Daripada membuang uang untuk belanja makanan atau bahan pangan yang sebenarnya tidak kita butuhkan, lebih baik sisihkan uangnya untuk Deposito Rupiah di digibank by DBS. Deposito mulai dari Rp1.000.000 dan tenor dari 1 bulan. Bunganya hingga 3,5% p.a, lho. Cek informasi detailnya di sini, yuk!