Ide bisnis datang dari mana saja, termasuk dari sisa makanan yang sering kita sepelekan.
One man’s trash is another man’s treasure. Pepatah lawas ini penting banget diaplikasikan di zaman yang mementingkan sustainability atau berkelanjutan. Kalau kita tetap cuek dengan sampah yang semakin memenuhi bumi, maka suatu saat nanti, tiada lagi tempat tinggal nyaman di dunia. Faktanya negara kita tercinta, Indonesia, menjadi penghasil sampah makanan nomor dua terbanyak di dunia. Sudah saatnya kita memutar otak mencari ide terbaru menghasilkan cuan dari #makantanpasisa. Seperti yang dilakukan delapan tokoh inspiratif ini:
- Hera Wijaya
Founder Keripik Bongsang (keripik dari bonggol pisang) Foto: dok. tabloidbintang.com Hera mendapatkan ide bisnisnya saat menemukan fakta bahwa sampah bonggol pisang menjadi penyebab banjir di kampung halamannya, Indramayu. Ia melakukan uji lab gizi bonggol pisang bekerja sama dengan Dinas Perindustrian dan Kesehatan. Setelah melalui serangkaian penelitian, ia berhasil mengolah bonggol pisang menjadi keripik yang lezat dengan aneka rasa. Masyarakat Indramayu turut diberdayakan dalam proses pengolahannya. - - Eko Yulianto
Founder Kopi Biji Salak Kiebae
Foto: dok. firmankasan.com
Kampung halaman Eko, Wonosobo, dikenal sebagai penghasil salak. Ia mulai tertarik mengolah biji salak karena prihatin dengan harga salak yang sangat murah dan sampah yang dihasilkannya. Melalui serangkaian eksperimen, Eko akhirnya menemukan cara mengolah biji salak menjadi kopi. Sekarang Kopi Biji Salak Kiebae sudah menjadi oleh-oleh khas Wonosobo. - Eva Bachtiar
Founder Garda Pangan
Foto: dok. https://www.instagram.com/eva_bachtiar
Garda Pangan bermula dari mengumpulkan makanan berlebih dari berbagai restoran di sekitar kota Surabaya untuk didistribusikan kepada mereka yang membutuhkan. Perlahan Garda Pangan mulai menjual buah dan sayuran yang berpenampilan kurang menarik atau ugly produce. Selain itu mereka juga membantu petani menjual hasil panennya yang oversupply sehingga dapat meningkatkan harga jualnya. Dengan model bisnis ini Eva berharap Garda Pangan dapat terus memberikan dampak sosial dan berkembang sebagai social enterprise. - Ernest Christian Layman
Founder Rekosistem
Foto: dok. rekosistem.com
Rekosistem fokus pada manajemen pengolahan sampah. Salah satu produk yang mereka hasilkan adalah Rekompos, wadah mengompos semi anaeorobik yang praktis digunakan di rumah. Tidak berbau dan dapat diletakkan di dalam maupun luar ruangan. Cocok buat pemula yang enggak mau ribet mengkompos. - Faris Razanah Zharfan
Founder belijelantah.com
Foto: dok. farisrazanah.com
BeliJelantah.com berdiri pada tahun 2017 sebagai platform teknologi yang menghubungkan pemilik minyak jelantah dengan perusahaan biodesel. Minyak jelantah akan didistrubusikan kepada perusahaan yang tersertifikasi dalam bidang energi terbarukan. Saat ini Belijelantah.com telah menggandeng berbagai restoran dan hotel terkemuka untuk mengumpulkan minyak jelantah. Usaha pengelolahan minyak jelantah ini mengantar Faris menjadi Top 12 UNDP Big Ideas Competition tahun 2016. - Lianti Raharjo
Founder Rebrew (produk perawatan kulit dari ampas kopi)
Foto: dok.mnews.co.id
Kecintaan Lianti terhadap kopi membuatnya terinspirasi memanfaatkan ampas kopi yang terbuang sia-sia. Ampas kopi dijadikan minyak kemudian diolah dengan bahan natural lain sehingga menghasilkan produk perawatan kulit. Seperti sampo, scrub, sun cream, face mask dan sabun. Ampas kopi yang sudah digunakan akan diolah kembali jadi pupuk kompos. - Rudi Murodi
Mengolah sampah makanan jadi pakan ternak
Foto: dok. gentadepok.files.wordpress.com
Pada tahun 2010-2011 Rudi prihatin dengan harga pakan ternak yang menjulang sehingga banyak petani di Depok yang tak sanggup membeli. Rudi mulai melakukan berbagai eksperimen dengan mengolah sampah makanan dari berbagai restoran dan supermarket untuk dibuat menjadi bahan makanan ikan. Usahanya berbuah manis. Ia memperoleh sumbangan mesin dari Kementerian Kelautan dan dengan kemampuan produksi 350 kilogram per jam. Sekarang ia mampu memproduksi pakan hingga 1 ton dalam sehari dengan omzet sekitar Rp 30 juta sebulan. - Nurman Farieka Ramdhani
Founder Hirka (sepatu dari kulit ceker ayam)
Foto: dok. harnas.co
Dua puluh tahun lalu ayah Nurman melakukan penelitian tentang pengembangan kulit ceker ayam sebagai raw material. Sekitar tahun 2015, Nurman melanjutkan penelitian ini selama setahun kemudian hingga akhirnya ia dapat memanfaatkan kulit ceker ayam sebagai bahan material sepatu. Ia mendapatkan kulit ceker ayam dari pengepul di Pasar Kembar, dan tukang sayur yang lewat di depan rumahnya. Harganya sepatunya antara Rp 400 ribu – Rp 6 juta. Pembeli sepatu sudah menembus mancanegara, seperti Malaysia, Singapura, Hong Kong, Brazil, Perancis, Inggris, dan Turki.-
Sampah makanan menjadi berbahaya untuk bumi karena dalam proses penguraiannya mengeluarkan gas metana yang justru lebih berbahaya daripada gas karbondioksida. Dibutuhkan nyali dan tekad kuat untuk berusaha ambil bagian dalam membangun bisnis social enterprise yang berusaha menyelesaikan masalah sampah makanan. Langkah pertama memiliki nyali membangun social enterprise dapat dimulai dengan membaca buku Profit Untuk Misi Sosial terbitan DBS Foundation. Buku ini dapat diperoleh di http://go.dbs.com/id-sehandbook2020 secara gratis! Ini buku wajib bagi kita yang tertarik membangun bisnis yang memberikan profit sekaligus dampak sosial.