Hasil survei situs pencari pekerjaan, JobsDB, mengungkapkan bahwa 80% karyawan di Indonesia ingin mencari pekerjaan baru. Ini berarti, 8 dari 10 karyawan di tempat kerja kita, sedang melirik kesempatan untuk berpindah kerja. Apakah kita sendiri termasuk di dalamnya?
Memang, menikmati pekerjaan baru dengan peran dan lingkungan baru bisa jadi salah satu cara meninggalkan pekerjaan yang tidak kita sukai. Tapi, tanpa pemikiran dan perencanaan yang matang, kita mungkin berisiko menjadi ‘kutu loncat’. Yuk, coba kita lihat dulu apa saja pro dan kontra menjad ‘kutu loncat’ yang sering berpindah kerja—dan bagaimana kita bisa menekuni jenjang karir dalam pekerjaan kita berikutnya.
Kalau kita masih belum yakin mengenai industri mana yang bisa dijadikan tempat membangun karir, berpindah tempat kerja mungkin bisa jadi cara yang bermanfaat untuk mencoba beragam peran dan pekerjaan yang berbeda-beda. Dengan demikian, kita bisa mengenal pekerjaan dan peran apa yang paling kita nikmati dan paling kita kuasai.
Selain itu, memiliki beragam jenis pekerjaan, pengalaman, dan keahlian, juga bisa memperluas kesempatan kita untuk masuk ke industri-industri terkait. Di samping itu, jaringan yang luas juga memungkinkan kita mendapatkan rekomendasi, pendampingan, maupun kesempatan yang menjanjikan di masa depan. Tentunya, jika kita juga meninggalkan kesan baik dan punya kinerja baik, ya.
Di sisi lain, bertahan dalam pekerjaan kita yang sekarang bisa membantu kita meniti jenjang karir—tapi memang, gaji bulanan kita memang tak akan meningkat secepat itu (biasanya, kenaikan persentasenya hanya dalam digit tunggal). Jadi, jika uang adalah motivasi utama kita, maka cobalah berpindah kerja—karena ini adalah langkah yang secara substansial bisa meningkatkan gaji kita.
Tapi, perlu diingat juga, bahwa berpindah tempat kerja terlalu sering (dan dilabeli ‘kutu loncat’) membuat resume kita terlihat tidak meyakinkan. Perusahaan berikut yang hendak mempekerjakan kita, pasti tak mau mengambil risiko mempekerjakan seseorang yang akan berpindah kerja dalam 1-2 tahun. Karenanya, jika kita terlanjur menjadi ‘kutu loncat’, siapkan penjelasan yang meyakinkan mengenai alasan kita sering berpindah kerja—jika mereka bertanya.
Kalau kita meninggalkan pekerjaan lama tanpa adanya peningkatan gaji dan tambahan keahlian, biasanya, posisi kita di pekerjaan yang baru pun tak akan jauh berbeda. Bedanya, di perusahaan baru, kita ada di antrian paling belakang untuk kesempatan dipromosikan. Jadi, coba pikirkan baik-baik, apakah kita perlu tinggal lebih lama dan bertahan dengan pekerjaan kita yang sekarang—agar dedikasi dan kerja-keras kita bisa mendapatkan penghargaan yang setimpal.
Memang, bertahan di posisi dan pekerjaan kita yang sekarang, memberikan keamanan yang datang dari memiliki pekerjaan dengan pendapatan tetap setiap bulannya. Memenuhi kewajiban sehari-hari, seperti membayar tagihan bulanan dan mengirimkan uang untuk orangtua akan lebih mudah. Selain itu, agak sayang rasanya untuk meninggalkan jaringan dan hubungan baik yang sudah kita bangun dengan kolega dan atasan, atau mengubah rutinitas sehari-hari yang sudah familier. Namun, penting untuk tidak membiarkan hal-hal ini menghambat pengembangan diri dan karir kita. Pikirkan baik-baik risiko yang akan kita ambil, lalu tentukan prioritas kita saat ini sebelum mengambil keputusan.
Kalau kita masih mencari-cari kesempatan untuk pekerjaan idaman (atau pekerjaan dengan bayaran yang lebih baik), sebaiknya, kita teliti dulu apa tujuan akhir kita.
Tulis hal-hal yang ingin kita capai dalam beberapa tahun ke depan. Mungkin kita ingin mendapatkan posisi tertentu, mendapat titel tertentu, atau diberi kesempatan tertentu pada tahun 2018. Menentukan hal-hal apa saja yang ingin kita capai--dan kapan kita ingin mencapainya, akan memberikan kita suntikan motivasi untuk melihat jenjang karir kita dengan lebih jernih.
Mungkin pekerjaan baru akan menawarkan kita kesempatan pelatihan atau bonus yang bisa membantu meraih beberapa hal pada daftar kita di atas. Mungkin, dengan demikian, kita bisa bekerja dengan lebih baik, atau lebih nyaman. Ada pula beberapa perusahaan yang menawarkan kesempatan bekerja dengan fleksibilitas tempat dan waktu, serta paket perawatan kesehatan dan tunjangan yang bisa digunakan untuk keperluan pribadi. Bukankah kita seharusnya bekerja untuk hidup, bukan hidup untuk bekerja? Jadi, tak ada salahnya bertanya mengenai manfaat apa saja yang bisa kita dapatkan saat sesi wawancara.
Maukah kita menerima tawaran pekerjaan yang menyenangkan dan menarik hati, meskipun bayarannya lebih kecil dari pekerjaan kita yang sekarang? Jika jawabannya adalah tidak—untuk alasan finansial, bisakah kita berdiskusi dengan calon atasan kita mengenai berbagai kemungkinan mendapatkan kenaikan gaji di masa depan? Atasan biasanya menyukai pegawai yang antusias dan ‘haus’ akan perkembangan karirnya.
Ingat bahwa kita membutuhkan cukup waktu untuk benar-benar memahami cara kerja di suatu perusahaan. Jadi, jika saat ini kita merasa tidak puas, coba tanyakan pada diri sendiri apakah kita sudah bekerja di perusahaan ini cukup lama—sehingga kita yakin bahwa keputusan terbaik adalah untuk meninggalkannya.
Jika tidak, bisakah kita menemui penyelia atau staf personalia untuk berdiskusi mengenai hal-hal yang kita inginkan; mulai dari kenaikan gaji, atau lebih benyak kesempatan mengikuti pelatihan? Atau mungkin kita butuh tantangan baru dalam pekerjaan, atau ingin diberi tanggung-jawab yang lebih besar? Coba pikirkan dulu baik-baik sebelum kita berpindah kerja. Mungkin saja, saat ini kita sudah ada di jalur yang benar—tanpa menyadarinya.
#LiveSmart
15 Maret 2018
Read More